Rasulullah SAW bersabda :
وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ
مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ
وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ
"Seorang suami dalam keluarganya adalah pemimpin dan
akan diminta pertanggungan jawab atas mereka. Seorang istri adalah pemimpin di
dalam rumah tangga suaminya dan terhadap anak-anaknya dan dia akan diminta
pertanggungan jawab atas mereka." (HR
Bukhari dll.)
Saat Rasulullah SAW melihat para shahabat yang telah
rindu setelah lama di luar rumah, beliau bersabda kepada mereka:
ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ فَأَقِيمُوا فِيهِمْ
وَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ
"Kembalilah kepada keluarga kalian dan tinggallah
bersama mereka, ajarilah mereka dan perintahkan (untuk shalat).” (HR Bukhari)
Rasulullah bersabda :
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ
يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ
"Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah
(Islam), orang tuanyalah yang akan menjadikannya seorang Yahudi dan Nasrani." (HR Abu Dawud)
Sedikit di atas adalah potongan hadist-hadist Rasulullah SAW yang terpilih. Nah dibawah ini saya akan mecoba mengulas tentang tulisan yang mana saya lupa website nya, tapi pas baca ini ngena banget, rasanya ma copy paste ke nenek saya haha for anyone who wrote this, thank"s and sorry I copy paste.
Bukhari memberikan
judul bab terhadap hadits ini,“Bab: Jika
seorang lelaki menikahkan putrinya sementara dia tidak senang, maka nikahnya
tertolak (tidak sah).”
Islam memberikan
kesamaan hak terhadap laki-laki dan perempuan dalam memilih pendamping hidup
masing-masing, dan islam tidak pernah memberikan power berupa hak maupun
kewajiban kepada orang tua untuk memaksa anaknya dalam menikah, melainkan islam
memberikan suatu peran bagi orang tua dalam berlakon sebagai penasehat, pemberi
arahan dan petunjuk dalam masalah memilih calon pasangan anaknya dan tidak
berhak orang tua memaksa anaknya baik laki-laki maupun perempuan untuk menikah
dengan orang yang tidak mereka ingini atau bukan pilihan mereka.
Secara hukum kawin
paksa adalah perkawinan yang dilaksanakan tanpa didasari atas persetujuan kedua
calon mempelai, hal ini bertentangan dengan pasal 6 ayat 1 Undang-Undang No. 1
Tahun 1974 yang berbunyi: “Perkawinan
harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai”. Syarat pernikahan pasal 6 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 bahwa perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua
calon mempelai yang akan melangsungkan perkawinan. Adanya persetujuan kedua
calon mempelai sebagai salah satu syarat perkawinan dimaksudkan agar supaya
setiap orang dengan bebas memilih pasangannya untuk hidup berumah tangga dalam
perkawinan. Munculnya syarat persetujuan dalam Undang-Undang Perkawinan, dapat
dihubungkan dengan sistem perkawinan pada zaman dulu, yaitu seorang anak harus
patuh pada orang tuanya untuk bersedia dijodohkan dengan orang yang dianggap
tepat oleh orang tuanya. Sebagai anak harus mau dan tidak dapat menolak
kehendak orang tuanya, walaupun kehendak anak tidak demikian. Untuk
menanggulangi kawin paksa, Undang-Undang Perkawinan telah memberikan jalan keluarnya,
yaitu suami atau istri dapat mengajukan pembatalan perkawinan dengan menunjuk
pasal 27 ayat (1) apabila paksaan untuk itu dibawah ancaman yang melanggar
hukum.
Dan orang tua,
hendaknya tidak semena-mena terhadap anak. Jangan karena anaknya enggan menerima
tawaran dari orang tua, lalu mengatakan kepada anaknya bahwa dia adalah anak
yang durhaka, jangan! Tapi hendaknya orang tua harus memahami kondisi
psikologis sang anak dan harapan akan jodoh yang diidamkannya. Sebab bila
dilihat dari pertimbangan-pertimbangan syar’i, hak-hak anak sangat diperhatikan. Islam datang
untuk memfasilitasi antara hak-hak dan kewajiban seorang anak untuk menikah
tanpa sama sekali melepaskan peran orang tua di dalamnya.
Sedang apa yang
terjadi terhadap anda, maka anda dapat memilih melanjutkan atau tidak. Kalau anda tidak dapat melanjutkan
pernikahan, maka anda berhak meminta untuk membatalkan pernikahan, karena
terjadi tanpa kerelaan anda.
Dari Khonsa binti
Khazam Al-Anshori, bahwa ayahnya menikahkannya saat dia sedang menjanda,
sedangkan dia tidak menyukainya. Kemudian dia mendatangi Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam, maka nikahnya ditolak.
(HR. Bukhori, no. 4845)
“Dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma, seorang gadis mendatangi Nabi
sallallahu’alaihi wa sallam. Dia menceritakan bahwa
ayahnya menikahkannya sedangkan dirinya tidak menyukainya. Maka Nabi sallallahu’alaihi wa sallam memberikan pilihan
kepadanya (menerima atau menolaknya).” (HR. Abu Daud, no. 2096, dan dishahihkan oleh
Al-Albany)
Sejumlah ulama
berpendapat bahwa wanita kalau dinikahkan tanpa kerelaan, maka akadnya
tergantung persetujuan wanita. Kalau dia setuju, akadnya sah. Kalau tidak
setuju, maka dia berhak membatalkan akad nikah. Ini adalah pendapat mazhab
Hanafi dan riwayat dari Imam Ahmad.
Syekh Ibnu
Utsaimin berkata dalam masalah orang tua yang memaksakan menikahkan anak
wanitanya berkata, “Pemaksaan
orang tua kepada anak wanitanya untuk menikah dengan laki-laki yang tidak ingin
dia menikah dengannya adalah haram. Dan kalau haram, berarti tidak sah dan
tidak dapat dilaksanakan. Karena pelaksanaan dan pengesahannya itu bertolak
belakang dengan riwayat yang melarangnya. Karena maksud syariat dalam melarang
sesuatu agar kita tidak memakai dan melaksanakannya. Karena kita kalau
sahkan artinya kita memakai dan melaksanakannya, dan kita jadikan seperti akad
yang telah dibolehkan agama. Dari pendapat ini, maka pendapat yang kuat bahwa orang
tua yang menikahkan anak wanitanya kepada orang yang tidak disukai menjadi
suami adalah pernikahan yang rusak, akadnya juga rusak. Hendaknya pengadilan
mengkaji ulang (keabsaan akad nikahnya).”
Perjodohan adalah
salah satu cara yang ditempuh masyarakat dalam menikah. Tak ada ketentuan dalam
syariat yang mengharuskan atau sebaliknya melarang perjodohan. Islam hanya
menekankan bahwa hendaknya seorang Muslim mencari calon istri yang shalihah dan
baik agamanya. Begitu pula sebaliknya.
Pernikahan melalui
perjodohan ini sudah lama usianya. Di zaman Rasul saw pun pernah terjadi.
Aisyah ra yang kala itu masih kanak-kanak dijodohkan dan dinikahkan oleh
ayahnya dengan Rasulullah saw. Setelah baligh, barulah Ummul Mukminin Aisyah
tinggal bersama Rasul saw. Dalam sebuah hadits shahih disebutkan, seorang
sahabat meminta kepada Rasul saw agar dinikahkan dengan seorang Muslimah.
Akhirnya, ia pun dinikahkan dengan dengan mahar hapalan al-Qur’an. Dalam konteks ini, Rasul saw yang
menikahkan pasangan sahabat ini berdasarkan permintaan dari sahabat laki-laki.
Meskipun didasarkan pada permintaan, toh perintah pernikahan datang dari orang
lain, yaitu Rasul saw. Tentu saja dengan persetujuan dari mempelai perempuan.
Ringkasnya,
perjodohan hanyalah salah satu cara untuk menikahkan. Orang tua dapat
menjodohkan anaknya. Tapi hendaknya meminta izin dan persetujuan dari anaknya,
agar pernikahan yang diselenggarakan, didasarkan pada keridhaan masing-masing
pihak, bukan keterpaksaan. Pernikahan yang dibangun di atas dasar keterpaksaan,
jika terus berlanjut, akan mengganggu keharmonisan rumah tangga. Wallahu a’lam.
Dalam pernikahan
ada syarat-syarat yang wajib dipenuhi. Salah satunya adalah kerelaan calon
isteri. Wajib bagi wali untuk menanyai terlebih dahulu kepada calon isteri, dan
mengetahui kerelaannya sebelum diaqad nikahkan. Perkawinan merupakan pergaulan
abadi antara suami isteri. Kelanggengan, keserasian, persahabatan tidaklah akan
terwujud apabila kerelaan pihak calon isteri belum diketahui. Islam melarang
menikahkan dengan paksa, baik gadis atau janda dengan pria yang tidak
disenanginya. Akad nikah tanpa kerelaan wanita tidaklah sah. Ia berhak menuntut
dibatalkannya perkawinan yang dilakukan oleh walinya dengan paksa tersebut
(Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah jilid 7).
Perjodohan yang
dilakukan orang tua untuk anak, hanyalah salah satu jalan untuk menikahkan
anaknya itu dengan seseorang yang dianggap tepat menurut mereka. Padahal tepat
menurut orang tua belum tentu tepat menurut sang anak. Orang tua boleh-boleh
saja menjodohkan anaknya dengan orang lain, tapi hendaknya tetap meminta izin
dan persetujuan dari anaknya, agar pernikahan yang dilaksanakan nantinya
berjalan atas keridhoan masing-masing pihak, bukan keterpaksaan. Karena
pernikahan yang dibangun di atas dasar keterpaksaan adalah harom hukumnya, dan
jika terus berlanjut, hanya akan mengganggu keharmonisan dalam berumah tangga
anaknya kelak.
Dalam pernikahan
ada syarat-syarat yang wajib dipenuhi. Salah satunya adalah kerelaan calon
isteri. Wajib bagi wali untuk menanyai terlebih dahulu kepada calon isteri, dan
mengetahui kerelaannya sebelum diaqad nikahkan. Perkawinan merupakan pergaulan
abadi antara suami isteri. Kelanggengan, keserasian, persahabatan tidaklah akan
terwujud apabila kerelaan pihak calon isteri belum diketahui. Islam melarang
menikahkan dengan paksa, baik gadis atau janda dengan pria yang tidak
disenanginya. Akad nikah tanpa kerelaan wanita tidaklah sah. Ia berhak menuntut
dibatalkannya perkawinan yang dilakukan oleh walinya dengan paksa tersebut
(Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah jilid 7).
Perjodohan yang
dilakukan orang tua untuk anak, hanyalah salah satu jalan untuk menikahkan
anaknya itu dengan seseorang yang dianggap tepat menurut mereka. Padahal tepat
menurut orang tua belum tentu tepat menurut sang anak. Orang tua boleh-boleh
saja menjodohkan anaknya dengan orang lain, tapi hendaknya tetap meminta izin
dan persetujuan dari anaknya, agar pernikahan yang dilaksanakan nantinya
berjalan atas keridhoan masing-masing pihak, bukan keterpaksaan. Karena
pernikahan yang dibangun di atas dasar keterpaksaan adalah harom hukumnya, dan
jika terus berlanjut, hanya akan mengganggu keharmonisan dalam berumah tangga
anaknya kelak.
Dalam hukum islam dan undang-undang
perkawinan serta kompilasi hukum islam melarang dengan tegas praktek kawin
paksa oleh karena itu orang tua sudah tidak lagi mempunyai otoritas menentukan
jodoh anaknya karena pilihan jodoh yang berhak menentukan dari anak yang akan
melakukan perkawinan karena anak yang akan menjalankannya.
2 comments:
wuih tulisannya berat banget nih, semoga aja bukan dari kisah diri sendiri yaa.. tapi kalo misalkan pun iya, ya sebaiknya ikutin aja apa kata hati lu.. :)
Hehe actually itu berdasarkan kisah nyata loh haha btw thank's for comment :)
Post a Comment