Starting up


Aku bukan apa-apa tanpa ke sepuluh jari tanganku..

Baca dan Renungkan

Rasulullah SAW bersabda :

وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ


"Seorang suami dalam keluarganya adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungan jawab atas mereka. Seorang istri adalah pemimpin di dalam rumah tangga suaminya dan terhadap anak-anaknya dan dia akan diminta pertanggungan jawab atas mereka." (HR Bukhari dll.)

Saat Rasulullah SAW melihat para shahabat yang telah rindu setelah lama di luar rumah, beliau bersabda kepada mereka:

ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ فَأَقِيمُوا فِيهِمْ وَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ


"Kembalilah kepada keluarga kalian dan tinggallah bersama mereka, ajarilah mereka dan perintahkan (untuk shalat). (HR Bukhari)

Rasulullah bersabda :

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ

 "Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah (Islam), orang tuanyalah yang akan menjadikannya seorang Yahudi dan Nasrani." (HR Abu Dawud)

Sedikit di atas adalah potongan hadist-hadist Rasulullah SAW yang terpilih. Nah dibawah ini saya akan mecoba mengulas tentang tulisan yang mana saya lupa website nya, tapi pas baca ini ngena banget, rasanya ma copy paste ke nenek saya haha for anyone who wrote this, thank"s and sorry I copy paste.

Bukhari memberikan judul bab terhadap hadits ini,Bab: Jika seorang lelaki menikahkan putrinya sementara dia tidak senang, maka nikahnya tertolak (tidak sah).

Islam memberikan kesamaan hak terhadap laki-laki dan perempuan dalam memilih pendamping hidup masing-masing, dan islam tidak pernah memberikan power berupa hak maupun kewajiban kepada orang tua untuk memaksa anaknya dalam menikah, melainkan islam memberikan suatu peran bagi orang tua dalam berlakon sebagai penasehat, pemberi arahan dan petunjuk dalam masalah memilih calon pasangan anaknya dan tidak berhak orang tua memaksa anaknya baik laki-laki maupun perempuan untuk menikah dengan orang yang tidak mereka ingini atau bukan pilihan mereka.

Secara hukum kawin paksa adalah perkawinan yang dilaksanakan tanpa didasari atas persetujuan kedua calon mempelai, hal ini bertentangan dengan pasal 6 ayat 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 yang berbunyi: Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai. Syarat pernikahan pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 bahwa perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai yang akan melangsungkan perkawinan. Adanya persetujuan kedua calon mempelai sebagai salah satu syarat perkawinan dimaksudkan agar supaya setiap orang dengan bebas memilih pasangannya untuk hidup berumah tangga dalam perkawinan. Munculnya syarat persetujuan dalam Undang-Undang Perkawinan, dapat dihubungkan dengan sistem perkawinan pada zaman dulu, yaitu seorang anak harus patuh pada orang tuanya untuk bersedia dijodohkan dengan orang yang dianggap tepat oleh orang tuanya. Sebagai anak harus mau dan tidak dapat menolak kehendak orang tuanya, walaupun kehendak anak tidak demikian. Untuk menanggulangi kawin paksa, Undang-Undang Perkawinan telah memberikan jalan keluarnya, yaitu suami atau istri dapat mengajukan pembatalan perkawinan dengan menunjuk pasal 27 ayat (1) apabila paksaan untuk itu dibawah ancaman yang melanggar hukum.

Dan orang tua, hendaknya tidak semena-mena terhadap anak. Jangan karena anaknya enggan menerima tawaran dari orang tua, lalu mengatakan kepada anaknya bahwa dia adalah anak yang durhaka, jangan! Tapi hendaknya orang tua harus memahami kondisi psikologis sang anak dan harapan akan jodoh yang diidamkannya. Sebab bila dilihat dari pertimbangan-pertimbangan syari, hak-hak anak sangat diperhatikan. Islam datang untuk memfasilitasi antara hak-hak dan kewajiban seorang anak untuk menikah tanpa sama sekali melepaskan peran orang tua di dalamnya.


Sedang apa yang terjadi terhadap anda, maka anda dapat memilih melanjutkan atau tidak. Kalau anda tidak dapat melanjutkan pernikahan, maka anda berhak meminta untuk membatalkan pernikahan, karena terjadi tanpa kerelaan anda.

Dari Khonsa binti Khazam Al-Anshori, bahwa ayahnya menikahkannya saat dia sedang menjanda, sedangkan dia tidak menyukainya. Kemudian dia mendatangi Rasulullah sallallahualaihi wa sallam, maka nikahnya ditolak. (HR. Bukhori, no.  4845)

Dari Ibnu Abbas radhiallahuanhuma, seorang gadis mendatangi Nabi sallallahualaihi wa sallam. Dia menceritakan bahwa ayahnya menikahkannya sedangkan dirinya tidak menyukainya. Maka Nabi sallallahualaihi wa sallam memberikan pilihan kepadanya (menerima atau menolaknya). (HR. Abu Daud, no. 2096, dan dishahihkan oleh Al-Albany)

Sejumlah ulama berpendapat bahwa wanita kalau dinikahkan tanpa kerelaan, maka akadnya tergantung persetujuan wanita. Kalau dia setuju, akadnya sah. Kalau tidak setuju, maka dia berhak membatalkan akad nikah. Ini adalah pendapat mazhab Hanafi dan riwayat dari Imam Ahmad.

Syekh Ibnu Utsaimin berkata dalam masalah orang tua yang memaksakan menikahkan anak wanitanya berkata, Pemaksaan orang tua kepada anak wanitanya untuk menikah dengan laki-laki yang tidak ingin dia menikah dengannya adalah haram. Dan kalau haram, berarti tidak sah dan tidak dapat dilaksanakan. Karena pelaksanaan dan pengesahannya itu bertolak belakang dengan riwayat yang melarangnya. Karena maksud syariat dalam melarang sesuatu agar kita tidak memakai dan melaksanakannya. Karena  kita kalau sahkan artinya kita memakai dan melaksanakannya, dan kita jadikan seperti akad yang telah dibolehkan agama. Dari pendapat ini, maka pendapat yang kuat bahwa orang tua yang menikahkan anak wanitanya kepada orang yang tidak disukai menjadi suami adalah pernikahan yang rusak, akadnya juga rusak. Hendaknya pengadilan mengkaji ulang (keabsaan akad nikahnya).

Perjodohan adalah salah satu cara yang ditempuh masyarakat dalam menikah. Tak ada ketentuan dalam syariat yang mengharuskan atau sebaliknya melarang perjodohan. Islam hanya menekankan bahwa hendaknya seorang Muslim mencari calon istri yang shalihah dan baik agamanya. Begitu pula sebaliknya.

Pernikahan melalui perjodohan ini sudah lama usianya. Di zaman Rasul saw pun pernah terjadi. Aisyah ra yang kala itu masih kanak-kanak dijodohkan dan dinikahkan oleh ayahnya dengan Rasulullah saw. Setelah baligh, barulah Ummul Mukminin Aisyah tinggal bersama Rasul saw. Dalam sebuah hadits shahih disebutkan, seorang sahabat meminta kepada Rasul saw agar dinikahkan dengan seorang Muslimah. Akhirnya, ia pun dinikahkan dengan dengan mahar hapalan al-Quran. Dalam konteks ini, Rasul saw yang menikahkan pasangan sahabat ini berdasarkan permintaan dari sahabat laki-laki. Meskipun didasarkan pada permintaan, toh perintah pernikahan datang dari orang lain, yaitu Rasul saw. Tentu saja dengan persetujuan dari mempelai perempuan.

Ringkasnya, perjodohan hanyalah salah satu cara untuk menikahkan. Orang tua dapat menjodohkan anaknya. Tapi hendaknya meminta izin dan persetujuan dari anaknya, agar pernikahan yang diselenggarakan, didasarkan pada keridhaan masing-masing pihak, bukan keterpaksaan. Pernikahan yang dibangun di atas dasar keterpaksaan, jika terus berlanjut, akan mengganggu keharmonisan rumah tangga. Wallahu alam.

Dalam pernikahan ada syarat-syarat yang wajib dipenuhi. Salah satunya adalah kerelaan calon isteri. Wajib bagi wali untuk menanyai terlebih dahulu kepada calon isteri, dan mengetahui kerelaannya sebelum diaqad nikahkan. Perkawinan merupakan pergaulan abadi antara suami isteri. Kelanggengan, keserasian, persahabatan tidaklah akan terwujud apabila kerelaan pihak calon isteri belum diketahui. Islam melarang menikahkan dengan paksa, baik gadis atau janda dengan pria yang tidak disenanginya. Akad nikah tanpa kerelaan wanita tidaklah sah. Ia berhak menuntut dibatalkannya perkawinan yang dilakukan oleh walinya dengan paksa tersebut (Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah jilid 7).

Perjodohan yang dilakukan orang tua untuk anak, hanyalah salah satu jalan untuk menikahkan anaknya itu dengan seseorang yang dianggap tepat menurut mereka. Padahal tepat menurut orang tua belum tentu tepat menurut sang anak. Orang tua boleh-boleh saja menjodohkan anaknya dengan orang lain, tapi hendaknya tetap meminta izin dan persetujuan dari anaknya, agar pernikahan yang dilaksanakan nantinya berjalan atas keridhoan masing-masing pihak, bukan keterpaksaan. Karena pernikahan yang dibangun di atas dasar keterpaksaan adalah harom hukumnya, dan jika terus berlanjut, hanya akan mengganggu keharmonisan dalam berumah tangga anaknya kelak.

Dalam pernikahan ada syarat-syarat yang wajib dipenuhi. Salah satunya adalah kerelaan calon isteri. Wajib bagi wali untuk menanyai terlebih dahulu kepada calon isteri, dan mengetahui kerelaannya sebelum diaqad nikahkan. Perkawinan merupakan pergaulan abadi antara suami isteri. Kelanggengan, keserasian, persahabatan tidaklah akan terwujud apabila kerelaan pihak calon isteri belum diketahui. Islam melarang menikahkan dengan paksa, baik gadis atau janda dengan pria yang tidak disenanginya. Akad nikah tanpa kerelaan wanita tidaklah sah. Ia berhak menuntut dibatalkannya perkawinan yang dilakukan oleh walinya dengan paksa tersebut (Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah jilid 7).

Perjodohan yang dilakukan orang tua untuk anak, hanyalah salah satu jalan untuk menikahkan anaknya itu dengan seseorang yang dianggap tepat menurut mereka. Padahal tepat menurut orang tua belum tentu tepat menurut sang anak. Orang tua boleh-boleh saja menjodohkan anaknya dengan orang lain, tapi hendaknya tetap meminta izin dan persetujuan dari anaknya, agar pernikahan yang dilaksanakan nantinya berjalan atas keridhoan masing-masing pihak, bukan keterpaksaan. Karena pernikahan yang dibangun di atas dasar keterpaksaan adalah harom hukumnya, dan jika terus berlanjut, hanya akan mengganggu keharmonisan dalam berumah tangga anaknya kelak.

Dalam hukum islam dan undang-undang perkawinan serta kompilasi hukum islam melarang dengan tegas praktek kawin paksa oleh karena itu orang tua sudah tidak lagi mempunyai otoritas menentukan jodoh anaknya karena pilihan jodoh yang berhak menentukan dari anak yang akan melakukan perkawinan karena anak yang akan menjalankannya.

2 comments:

Anonymous said...

wuih tulisannya berat banget nih, semoga aja bukan dari kisah diri sendiri yaa.. tapi kalo misalkan pun iya, ya sebaiknya ikutin aja apa kata hati lu.. :)

Unknown said...

Hehe actually itu berdasarkan kisah nyata loh haha btw thank's for comment :)